Asal Usul Desa Landungsari
Asal usul Landungsari tak luput dari nama seorang wali bernama Kyai Landung atau biasa disebut mbah Landung. Nama asli Mbah Landung ialah Ki Ageng Jajar Sari bin Hasan bin Malik. Mbah Landung sendiri diperkirakan hidup pada abad 16 hingga abad 17. Atau pada tahun 1600 sampai 1700an. Beliau berasal dari wilayah Semarang bagian timur, atau yang saat ini disebut wilayah Kota Demak.
Mbah Landung ini diketahui hidup sezaman dengan Bupati Batang yang Pertama. Beliau datang ke Kota Pekalongan untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Dahulunya daerah desa landungsari itu sejuk banyak pepohonan yang rindang sehingga Mbah Landung suka dengan daerah ini. Terhitung Mbah Landung sudah berada di daerah Pekalongan sejak zaman perang dengan VOC Belanda. Beliaulah yang ‘mbabat alas’ (Membuka Hutan) wilayah Landungsari setelah perang usai.
Sebelum desa Landungsari ada, pada saat itu mbah Landung sedang mengelilingi desa, seketika beliau mendapat semacam pemikiran untuk membuat desa ini menjadi lebih luas, dan saat itu juga beliau bertemu dengan warga sekitar.
“Sugeng rawuh Bapak, Ibu” ucap mbah Landung menyapa para warga.
“Sugeng rawuh Mbah, badhe tindhak pundi?” jawaban dari salah satu warga dilanjut dengan bertanya kepada beliau.
“Mboten, kula cuma badhe jalan-jalan. Oh iyo Bapak Ibu, kula duwe pemikiran, prie nek misal kebon-kebon ing sekitar omah dewe dibabat?” beliau bertanya tentang idenya dan meminta tanggapan para warga.
“Ohh, iku apik Mbah, pemikiran Mbah gawe desa iki tambah ombo, lan penduduke juga bisa tambah akeh” jawab warga.
“Prie pendapat warga lio yen dewe warga kabeh gotong-royong mbabat kebon-kebon ing desa iki?” tanya balik mbah Landung.
“Kula kabeh setuju Mbah, yen kebon-kebon ing sekitar e ndewe dibabat” jawab salah satu warga dengan mewakili semua jawaban warga disertai perasaan sumringah.
“Yowes, ing dina Jumat iki dewe kerja bhakti kanggo mbabat kebon ing desa iki” beliau menyampaikan rencananya.
“Siap Mbah, para warga siap sedio jam pitu isuk Mbah” jawaban warga menyanggupi rencana mbah Landung.
Keesokan harinya di hari Jumat pukul 7 pagi warga berkumpul didepan rumah mbah Landung untuk melaksanakan rencana bersama yang sudah dirancang.
“Sugeng rawuh bapak-bapak ibu-ibu, saiki kula badhe bagi tugas kabeh warga sing melu kerja bhakti” ujar mbah Landung menyambut para warga.
“Bapak-bapak, setiap kebon dibabat paling ora limo warga, nah kebon sing dibabat, kebon sing ing sekitare dalan dhisik, ben dalane tambah ombo dhisik” beliau membagikan tugas kepada Bapak-bapak.
“Siap Mbah!, ayo bapak-bapak dewe mbagi dadi beberapa kelompok” ujar salah satu Bapak-bapak untuk menyemangati warga lain dan melaksanakan tugas dari mbah Landung.
“Nahh, sing Ibu-ibu, gaweana jajan lan ombenan sing enak, ben para bapak-bapak kerjane luih semangat” mbah Landung menyampaikan tugas kepada Ibu-ibu.
“Nggih Mbah, kula gawekke jajanan lan ombenan sing enak” jawab salah siji Ibu menyanggupi tugas mbah Landung.
“Ingat Bapak-bapak, orausah cepet-cepet kerjane, sing penting resik lan keselamatan nyawa sing utama” disambung “Dina iki rampungana ing daerah dalan dhisik, Jumat ngarep garap daerah liya” ujar mbah Landung.
Dikemudian hari, lama-kelamaan desa tumbuh menjadi desa yang lebih bersih dan luas, tetapi para warga tidak membabat semua pohon, gunanya agar desa ini tetap ada penghijauan untuk membuat desa ini asri. Desa ini pun semakin ditumbuhi oleh penduduk yang pesat, juga banyak bangunan yang bermunculan satu persatu seiring banyaknya kebutuhan warga, seperti adanya pasar, sekolahan, kantor koperasi, kantor kelurahan, lapangan olahraga, dan beberapa taman yang dirawat warga sendiri. Setiap pagi hari, desa ini disambut dengan angin sejuk dan suara ayam yang berkokok milik warga. Suasana di desa ini sangat tentram dan asri, setiap hari Jumat pun tetap diadakan kerja bhakti, untuk memelihara keasrian desa. Seiring bertambahnya waktu, mbah Landung pun menjadi semakin tua dengan bertambahnya umur, dan tubuh beliau yang semakin lemah. Beliau wafat di kemudian hari, dan mbah Landung meninggalkan desa ini, desa yang telah disulap menjadi tentram dan asri oleh pemikirannya.
Akhirnya salah satu warga memberi nama desa ini dengan Landungsari. Landung sendiri berasal dari nama Mbah Landung, sedangkan sari itu dari kata asri (sebutan orang jawa untuk adem/tentram/nyaman) maka jadilah nama Landungsari.
PS: Untuk percakapan antara mbah Landung dengan warga saya kembangkan sendiri, karena sesuai dengan ketentuan tugas yang saya dapat, harus terdapat percakapan yang terjadi. Jika ada yang kurang berkenan, bisa email saya kritik & saran. Kemudian dapat saya pertimbangkan.
Jika suka artikel ini, tolong like, comment, and share ya guys! ☺
Komentar
Posting Komentar